Semester kedua ditahun pertama sekolah
di SMA ini tentunya tak akan ada yang istimewa seandainya aku tak memaksakan
diri ikut acara pertandingan antar kelas atau yang saat itu dikenal dengan
nama Class Meeting diakhir
minggu setelah selama sepekan penuh kami menghadapi ujian semester. Sekolahku
adalah sebuah sekolah negeri dibilangan Cibubur, Jakarta Timur. Awal tahun 1989
masih dihiasi dengan curahan sisa-sisa hujan sejak November tahun lalu. Jika
kawan sekelasku pagi ini tak datang menjemput, aku lebih baik beristirahat saja
dirumah, terlebih hanya untuk datang menonton pertandinmgan sepakbola antar
kelas. Aku tak suka bola. Pertandingan bulutangkis yang rencananya akan aku
ikuti dihapuskan dengan olah raga volley
Ball. Angin yang terlalu keras dan permainan outdoor yang tak cocok di musim
ini menjadi alasan kenapa bidang olah raga yang aku kuasai harus dihapuskan
dari daftar yang dipertandingkan dalam acara class meeting ini.
Langkah ini terasa berat.
Aku malas untuk bicara. Aku lebih menikmati diam selama perjalanan.
Kekecewaanku setelah ngotot di forum OSIS agar bulutangkis disertakan dalam
class meeting ternyata harus kandas juga karena faktor alam. Terlebih semua
yang dipertandingkan tak ada yang bisa menggantikan minatku untuk ikut dalam
ajang lomba ini. Aku hanya bisa bulutangkis. Ini juga yang menjadikan alasan
aku malas untuk datang dan tak bersemangat meski harus dijemput pula oleh
seorang kawan baik sekalipun. Kawanku adalah ketua OSIS yang tinggalnya satu
komplek dengan rumahku.
Selama
hinggar binggar dilapangan pertandingan, aku hanya berdiam diri di ruang kelas.
KLA Project jadi hiburan satu satunya yang bisa aku nikmati lewat Walkman 2 bands hadiah saweran
teman satu kelas. Dari lantai dua ruang kelas aku hanya bisa menatapi lapangan
bulutangkis yang kosong melompong. Hanya ada tumpukan tas dan logistik pertandingan
tertumpuk disisi pinggir. Dilapangan sepak bola riuh hiruk pikuk peserta dan
supporter tak bisa menggodaku untuk sekedar melirik kesana. Lapangan Volley
Ball yang selalu dipenuhi siswi siswi cantik dan genit tak juga membuatku
tertarik walau hanya sekedar tuk mencuci mata yang penat ini. hanya saja di
beberapa sudut luar ruang kelas, seperti biasa, anak-anak senior (anak kelas
tiga) terlihat menebar jala pesona kepada anak-anak junior (kelas satu atau
kelas dua) untuk sekedar berbual bual mencari perhatian. Tak dapat dipungkiri,
acara seperti ini adalah ajang mencari jodoh bagi anak senior, mungkin secara
masa pendidikan, jatah mereka disekolah ini sudah tak lama lagi. Aku belum
tertarik untuk urusan yang seperti itu, lagipula aku masih junior kelas satu
pulak. Syukur Alhamdulillah, sejak pertama kali aku menjejakkan kaki disini tak
ada yang menggangguku. Rata rata anak senior disini adalah kakak kelas yang
tinggalnya satu komplek denganku, bahkan kedua mantan OSIS terdahulu dan yang
sekarang adalah tetangga samping kiri kanan rumah. Setidaknya karena itu pula
aku mendapat penjagaan nonformil, secara aku tiap hari datang dan pulang
bersama mereka.
Jam sudah
menunjukkan pukul 16.20 WIB. Aku masih ada diruang OSIS menunggu kawan aku yang
sedang memberesi perlengkapan hari ini dan untuk dipakai esok hari. Tak ada
yang bisa dilakukan selain duduk santai mendengarkan lagu lagu dan berbincang
dengan beberapa guru diruangan itu. Bahkan makanan yang berlimpahpun tak
mengoyahkan hasratku untuk menjamahnya. Hingga suatu saat mata ini tertuju pada
seseorang wanita yang menuruni tangga. Aku tak kenal dia, tapi mata ini tak
melepaskan begitu saja, seperti ada yang menarik dari dirinya. Entahlah,
dirinya yang lewat sepintas itu dalam sekejap bisa membuncahkan perhatianku.
Namun dalam sekejap pula menghilang dari ke-terkesima-an-ku.
Kami bersiap
untuk pulang setelah selesai shalat ashar. Sambil menunggu kawan mengambil
motor ditempat parkir, kusandarkan tubuh dipilar teras mushala. Sejuk cuaca dan
semilir angin sore lumayan menentramkan jiwa ini. Entah mengapa sekelabat
bayang bayang yang aku kenal saat kulihat menuruni tangga tadi lewat
dihadapanku. Aku terkesima, ketika dalam jarak hanya tiga meter dia ada
dihadapanku melepaskan sepatunya, melepas kaos kakinya dan berlari dengan
polosnya menuju tempat wudhu. Jelas aku dapat memandangi wajahnya. Rambut
lurus, tebal, pendek sepundak, mengenakan bando, berkacamata dan dengan tas
selempang berwarna merah bertuliskan "ESPRITE" warna hijau. Cantik rupa
wajahnya, putih merah merona.......imajinasiku mulai bermain main tak senonoh.
Jiwa ke-lelakian-ku seakan akan baru membuncah menuju kondisi yang
sesungguhnya, setelah sekian masa waktu bumi terkekang dalam ikatan tabu yang
absurd. Bidadari ini sungguh turun dari langit, turun ditempat yang suci,
menembusi relung hati yang yang selama ini tertutup tabu tradisi.
Astaghfirullah...ini mushala tempat dimana diharamkannya pandangan zina dan
sebagainya....maafkan aku Tuhan...!!!
Sepanjang
perjalanan pulang, diamku kali ini berbeda dengan diamku saat datang tadi.
Banyak imajinasi yang berkecamuk di hati dan otak ini. Janjiku pada kawan untuk
tak datang besok hari kesekolah rasanya adalah sebuah maklumat yang bodoh yang
keluar dari emosi jiwa yang labil atas ke-tidak-berdayaan yang absurd. Aku
ingin melanggar janji itu...ingin sekali dan pasti akan kulanggar. aku ingin
melihat sekali lagi raut wajah putih merah merona yang berlari polos
dihadapanku tadi. Aku ingin melihat sekali lagi rambut hitam lurus tebalnya
yang diselipkan bando dirambutnya. Aku juga ingin melihat sekali lagi isi dari
balik kaos kakinya yang aahhhh....sudahlah....!!!. Aku tak sadar ketika senyum
senyum sendiri ini sudah terlihat gila di mata sang kawan. Entah bagaimana cara
dia memperhatikan aku yang ada dibelakangnya.
Aku tak sabar
menunggu pagi, aku ingin matahari terbit lebih cepat malam ini. Aku ingin
menyambut hidup baruku disemester kedua sebagai junior yang penuh ambisi. Aku
ingin ada yang bisa membuat aku bersemangat menyapa pagi. Aku ingin ada yang
bisa aku isi untuk memenuhi hati ini dengan sesuatu yang baru, sesuatu yang
bukan keputus asaan, kegamangan, kesedihan atau bahkan hanya sekedar kesenangan
semu...aku ingin ada juga cinta yang bisa mengisi dan memenuhi hatiku disisa
waktuku. Mungkin baru kusadari, inikah yang dinamakan "suka pada
pandangan pertama" ...masih banyak yang harus kucari untuk
menjawabnya, yang pasti akan kudapatkan sesuatu yang lain dari hidupku sejak
ini. Selamat datang rasa baru ...selamat datang cinta.
N.B. :
Disarikan dari catatan catatan semprul buku diary yang masih tersimpan rapi
dilemari, sekedar mengingat kembali perjalanan cinta yang hingga saat ini tak
lekang oleh waktu...amiiin.
Jakarta, 27 Januari 1989 - SMAN 99
Jakarta